Skip to main content

Aku Alergi? (Papua 2)

Senin siang sampai di Jayapura. Mampir ke BPD Papua setor muka sambil nganter 2 mesin AIX segede anak kebo, salam-salim cengar-cengir; biar dikira ramah. Ritual selamat datang dan ketuk pintu selesai, cabut ke hotel. Istirahat.
Jam 5 sore (waktu sini, papua) berangkat lagi ke kantor (BPD). Beres-beres ruangan buat kerja. Nyiapin semuanya.

Jam makan malam rombongan diajak sama tuan rumah makan malam di warung tenda di deket ruko. Buset, rombongan 7 orang meja penuh makanan. Padahal kita cuma mesen satu ekor ikan masing-masing. Cuma yang datangnya macem-macem. Entahlah aku bukan pengamat kuliner. Aku makan ikan bubara atau orang juga sebut ikan kue. Seekor! Hik hik hik, kalo di rumah seekor ikan kue yang aku makan bisa buat dikeroyok sama anak-anak. Tapi berhubung saat itu aku bertugas sebagai tamu maka ya aku harus habisin. Cuma yang pasti aku cocok banget sama ikan bakar di Papua ini. Cocok karena ikan bakar di sini ya bener-bener dibakar doang. Bumbu di pisah dalam mangkok-mangkok. Gak kaya di Jakarta pada umumnya yang ikan bakarnya kadang-kadang gak berasa ikannya. Lebih berasa bumbunya. Nah di Papua ini, ikan bakar tiba-tiba jadi makanan favoritku. (Sebenarnya aku pingin udang. Tapi ngeliat udangnya dah pada pucet, aku urung ngambil udang).

Setelah makan, dengan semangat kekenyangan kami kembali ke hotel, dengan semangat kekenyangan aku masuk kamar dan mencoba untuk sebentar menonton televisi, tapi ternyata tak mampu. Karena cape dalam semalaman tidak tidur, aku tidur puas malam itu.

Pukul 6 waktu setempat (atau pukul 4 kalo di mBogor), aku bangun. Seger rasanya, karena udah kesiangan aku buru sholat dan mandi. Selesai mandi, si Said, kawan sekamarku bilang kalo udah ditunggu sama kawan yang lain di buffet. Aku buru ke buffet. Dan, apa yang kemudian aku temui di sana kawan? Ternyata yang lain sudah gak ada. Karena aku pikir,udah pada ke kantor, aku telpon Tatang (penanggung jawab project Papua). Ya elah, masih di kamar dia. Ya sudah lah, akhirnya sambil nongkrong di depan hotel sambil aku cabut samsu item yang biasanya hanya aku isep kalo lagi ke site seperti saat ini. Sambil melihat geliat aktifitas pagi penduduk Jayapura kunikmati racun yang terselip diantara jemariku. Sesaat kemudian ada seorang anak jual koran. Entah apa nama koran itu yang pasti koran lokal. Aku pengin tahu berita lokal. Kupanggil anak itu dan kutanya berapa harga koran itu. Pengin tahu berapa harga koran itu? Enam Ribu rupiah atau kalo make angka ditulis Rp. 6.000,00. Ck-ck-ck! Krena aku memang orangnya pelit, akhirnya aku pun urung beli koran. Wong kalo di mBogor aja buat menemani perjalanan ku ke kantor, paling aku beli Koran Tempo yang student rate. Harganya pernah cuma serebu perak, tapi kini naik jadi serebu limaratus perak atau ditulis angka Rp. 1.500,00. Pukul 7:30 kami menikmati makan pagi dan pukul 8:15 kami ke kantor. Jalan kaki. La wong cuma 150an meter doang je.

Hari pertama ini, aku mulai install-install applikasi dan penyesuaian database engine yang akan dipakai. Ngerjain apa aja gak aku ceritain lah, terlalu teknis nantinya. Singkat kata, waktu makan siang kami diajak mengeroyok rumah makan di deket pantai. Rumah makan punyanya koperasi angkatan laut kalo gak salah. Tapi, ah... Yang kayak gini nih yang aku gak demen. Susah aku cari yang bisa masuk. Tapi, aih itu ada udang gede-gede. Cuma kok tumpukannya agak lumayan banyak ya? Gak seperti yang lain yang relatif dah mau abis. Tapi gak apalah, siapa tahu emang nyediannya banyak. Aku ambil 2 buat nemenin nasi. Cuma, ini udang kok rasanya agak sedikit gatal ya? Ah biarlah gak gatel banget inih. Selesai makan kami kembali ke kantor. Nerusin nguli.

Sore. Salah satu karyawan BPD yang kebetulan juga eks kantor kami, ngajak jalan ke mall di Jayapura. Ah, ada juga mall di Jayapura kota. Mall itu namanya Sagu. Kami mampir di food court di Sagu. Yah lumayan rame lah. Aku hanya pesen juice, karena ada acara makan malam juga ni malem. Selesai minum juice, ini perut rasanya kok berontak. Aku bersegera ke kamar kecil. Selesai dari kamar kecil, ternyata siksaan masih belum hilang juga. Mendadak seluruh tubuh berasa gatal-gatal dan panas. Terutama muka. Aku akhirnya memaksa teman untuk segera balik ke hotel.
Dalam perjalan aku sempatkan untuk mampir ke apotik. Beli CTM satu strip, Rp. 1.000,00 cukup murah. Sampai di hotel aku minum 2 tablet. Tapi, gatel belum reda juga. Dan ketika berkaca aku lihat mukaku memerah. Bah, apa pula ini. Dan gatal-gatal semakin menyiksaku. Akhirnya atas saran teman aku ke dokter. Ah, biarlah, meskipun dulu (11 tahun lalu) pernah mengalami hal sama dan aku hadapi tanpa ke dokter, tapi kalo ini beda situasinya. Meskipun serangan waktu itu lebih kejam, bahkan kulit nyaris seperti melepuh. Tapi dulu cuma di Cirebon, dan sekarang ini ada di Papua. Dan, dulu aku masih mahasiswa, kini aku udah punya keluarga. Ya sudahlah, paling berapa sih ke dokter. Ditemani Tatang dan Said aku pergi ke dokter. Dokter umum, namanya pak Asnawi baru lima bulan di Papua. Seorang dokter tentara yang sedang ditugaskan di Papua. Dasar dokter kuno, aku disuntik. Dah lama banget aku gak disuntik. Ya, sekali-kali gak apalah aku disuntik. Jasa dokter dan suntik, Rp. 65.000,00. Doter kasih resep untuk ditebus di apotek bawah. Karena merasa udah minum CTM dan disuntik pula, aku berniat nebus separo aja obatnya. Takut gak keminum. Tapi tukang apotiknya bilang, nanti coba liat dulu. Begitu dah selesai menyiapkan obatnya, aku disuruh bayar Rp. 202.000,00. Ya elah..., obat macam apa sih kok sampe segitu mahal? Aku nanya lagi boleh separo gak? Eh itu tukang apotik bilang, gak bisa karena obatnya racikan dan udah diracik. Dalam hati aku nggrundel, sialan juga nih orang. Tadi katanya nanti liat dulu, gak tahunya langsung dibikinin semua. Ya sudahlah, dengan berat hati aku keluarkan juga uang Rp. 202.000,00. Gimana gak berat hati, la wong kalo di mBogor aku gak pernah berobat sampe semahal itu. Yah, makan udang gratis, ke dokternya abis Rp. 267.000,00. Cuma, aku harus pinter ambil hikmahnya, bahwa pada dasarnya obat yang dikasiin itu buat jaga-jaga kalo-kalo nanti makan crustacea yang potensial bikin gelinjangan kegatelan. Ha ha ha ha..., alergi itu mahal juga ternyata........

Popular posts from this blog

Badan Intelejen Rusia Mencari Peretas untuk Membajak Jaringan Tor

Penegak hukum Rusia mengumumkan tender tertutup untuk pelaksanaan percobaan mendapatkan informasi pengguna jaringan anonim Tor (The onion router). Kementerian Dalam Negeri Rusia telah mengumumkan pencarian peretas untuk membajak sistem tersebut, namun sampai saat ini belum ada yang mampu melakukannya. Misi ini membutuhkan banyak dana, dan pada akhirnya belum tentu berhasil. Tor adalah server proksi yang memberikan kerahasiaan akses internet dengan mengarahkan lalu lintas internet melalui volunteer network di seluruh dunia. Foto: Getty Images/Fotobank Kementerian Dalam Negeri Rusia hendak menelusuri data pengguna jaringan anonim Tor dan tempat mereka berada. Lembaga pemerintah tersebut mengumumkan, demi keamanan kerahasiaan negara, maka hanya perusahaan dalam negeri saja yang dapat mengikuti tender. Pemerintah siap membayar hingga 3.9 juta rubel (sekitar 112 ribu dolar AS) untuk dapat membajak jaringan Tor. Kepopuleran jaringan Tor di Rusia meningkat tajam dalam satu bulan tera...

Log Management Dengan Graylog2, MongoDB, Elasticsearch, Kibana (2)

Bagian 2 dari 3 tulisan Pada bagian ini diuraikan konfigurasi input dan ekstraktor serta menghubungkan Suricata ke Graylog2 Melanjutkan tulisan sebelumnya Log Management Dengan Graylog2, MongoDB, Elasticsearch, Kibana (1), pada tulisan ini akna sedikit menguraikan tentang beberapa konfigurasi dan pemanfaatannya.  Tentunya masih menggunakan Graylog2. Input. Konfiguras Input sangat penting mengingat ini adalah item konfigurasi yang memungkinkan Graylog2 untuk membuka port menangkap kiriman log. Ada beberapa jenis input.  Namun untuk sementara kita hanya menggunakan “Syslog TCP”  dan “Syslog UDP”.  Dan karena input nanti akan berhubungan dengan extractors, maka sebaiknya input dibuat spesifik untuk mesin log yang spesifik juga.  Misalkan kita akan menangkap log dari Suricata, kita buatkan 1 input khusus dengan protocol UDP misalnya, dan listening pada port 6160 misalkan. Langkah pembuatan input Untuk membuat input, setelah kita bisa memasuki interface Graylog2, ...

Ha Na Ca Ra Ka, Huruf Jawa: Riwayatmu Kini

Ha na ca ra ka; hana caraka; ada utusan. Ah kemanakah para utusan itu sekarang? Sesekali aku jalan-jalan ke blog orang-orang dari wilayah-wilayah asia semacem Thailand, Champa (Khmer); ada yang tiba tiba menyeruak dari kedalaman jiwaku. Dari kedalaman jiwa seorang Jawa. Hari ini aku sudah tidak bisa lagi membaca rangkaian kalimat yang tersusun dari huruf-huruf milik kami, orang jawa. Dulu, ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, pak guru dan ibu guruku begitu rajinnya mengajarkan aku membaca dan menulis huruf jawa. Sampai kemudian aku pun bisa menuliskannya dengan lancar. Membacanya pun aku tidak ada halangan. Bahkan sampai aksara murda sekalipun. Tapi kini aku seperti menjadi orang lain ketika harus membaca tulisan-tulisan itu. Hari ini, ketika aku tidak mampu lagi membaca hurufku. Aku mencoba untuk menelusuri di internet tentang huruf-huruf jawa. Aku dapat salah satunya di http://en.wikipedia.org/wiki/Javanese_script , kemudian dari sini aku mendapatkan http://www.omniglot...